
Kisah membanggakan datang dari Kabupaten Alor, pasalnya Pulau Seribu Moko ini sedang berjuang mewujudkan daerah sehat layak huni pada sebuah ajang penghargaan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kategori Kabupaten/Kota Sehat (KKS). Alor menjadi satu-satunya kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diusulkan sebagai kandidat penerima penghargaan Swasti Saba Tahun 2025.
Proses Menata Ruang Hidup
Kisah Alor dalam menata ruang hidup adalah proses berkesinambungan lintas kepemimpinan, bahwa setiap kepemimpinan ikut andil dalam memberikan kontribusi bermakna. Pada babak kali ini, Alor akan mewujudkan asa untuk menjadi Kabupaten/Kota Sehat melalui berbagai pemenuhan hak hidup masyarakatnya.
Tahun 2017 melalui upaya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diadopsi dari Community-Led Total Sanitation, Kabupaten Alor berhasil menyandang daerah yang bebas dari masalah buang air besar sembarangan atau Open Defecation Free (ODF).
Pencapaian tersebut terus memacu pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu kualitas kesehatan lingkungan bersama. Sehingga pada tahun 2024 dilakukan pembentukan Tim Pembina KKS. Sejak saat itu telah banyak intervensi pemerintah dan kolaborasi dengan masyarakat melalui berbagai program.
Tim Pembina KKS terus merumuskan upaya melalui Forum KKS, sebuah ruang kolaborasi lintas sektor dalam merumuskan upaya dan program intervensi. Forum ini terus berkembang sampai pada tingkatan paling bawah, dengan dibentuknya Forum Kecamatan Sehat dan Kelompok Kerja Desa/Kelurahan.
Tim KKS bergerak dinamis dan cepat dalam mewujudkan asa. Kolaborasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sosialisasi kepada masyarakat, hingga berjejaring dengan kelompok penggerak telah dilakukan. Fokus utama adalah untuk memenuhi standar sembilan tatanan KKS di Kabupaten Alor.
Sembilan tatanan KKS menjadi basis penting dalam mewujudkan daerah layak huni, tatanan tersebut harus dianggap layak bahkan melampaui standar minimum kelayakan. Sembilan tatanan tersebut diantaranya: Kehidupan masyarakat sehat mandiri, permukiman dan fasilitas umum, satuan pendidikan, pasar, perkantoran dan perindustrian, pariwisata, transportasi dan tertib lalu lintas jalan, perlindungan sosial, dan penanggulangan bencana.
Setiap upaya yang telah dilakukan akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 2025 Kabupaten Alor diusulkan untuk mendapat penghargaan Swasti Saba dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Meski begitu, kabar gembira ini bukanlah akhir pencapaian, Alor masih harus berbenah memenuhi hak masyarakatnya untuk mendapatkan ruang hidup sehat, sekaligus memenuhi indikator penilaian tahap terakhir.
Tertanggal 18 Agustus 2025, berlandaskan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/347/2025, Tim Verifikator KKS Tingkat Pusat meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Alor sebagai peserta daerah agar mengirimkan dokumen tambahan atau perbaikan terhadap beberapa indikator yang belum memenuhi standar layak. Permintaan tersebut segera ditindaklanjuti oleh Tim 1 (satu) KKS daerah dengan mengadakan koordinasi lintas OPD. Tertanggal 25 Agustus 2025, dilaksanakanlah verifikasi lanjutan tingkat daerah secara virtual dengan beberapa agenda, diantaranya adalah pemantauan capaian, koordinasi terkait program, permintaan data, dan evaluasi.

Mengenal Swasti Saba dan Indikator Kabupaten/Kota Sehat
Penghargaan Swasti Saba adalah apresiasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk kabupaten/kota yang berhasil mewujudkan dan mempertahankan kondisi lingkungan yang bersih, aman, nyaman, dan sehat, serta terwujudnya perilaku hidup sehat di masyarakat secara berkelanjutan. Dalam hal ini, intervensi pemerintah diharapkan menjadi pemantik bagi budaya hidup sehat masyarakat.
Penghargaan ini terdiri dari tiga kategori, yaitu Swasti Saba Padapa untuk kualifikasi pemantapan, Swasti Saba Wiwerda untuk kualifikasi pembinaan, dan Swasti Saba Wistara untuk kualifikasi pengembangan, sekaligus sebagai kategori tertinggi. Tingkatan ini ditentukan oleh capaian yang bisa diperoleh daerah dalam pemenuhan jumlah indikator paling banyak. Penghargaan ini mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor: 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.
Berdasarkan kategori penghargaan yang ada, Kabupaten Alor sudah seharusnya menarget tingkat paling tinggi dari penghargaan Swasti Saba, yaitu tingkat Wistara. Saat ini, Kabupaten Alor menargetkan terpenuhinya Sembilan indikator dengan masing-masing indikator harus sama dan atau melampaui nilai 70% pemenuhan layak. Hal ini tentunya memberikan angin segar, mengingat Swasti Saba tingkat Wistara hanya membutuhkan enam pemenuhan indikator layak dan sangat layak.

Alor Terus Melangkah
Saat ini, apa yang dilakukan Kabupaten Alor sudah sesuai arah. Data menunjukan bahwa dari sembilan tatanan penilaian, Alor berhasil memenuhi semua tatanan dengan nilai masing-masing lebih dari 70%. Adapun rincian nilai tatanan sebagai berikut: Tatanan (1) Kehidupan Masyarakat Sehat (70,69%), Tatanan (2) Permukiman dan Fasilitas Umum (72,73%), Tatanan (3) Satuan Pendidikan (100,00%), Tatanan (4) Pasar (76,92%), Tatanan (5) Perkantoran dan Perindustrian (72,73%), Tatanan (6) Pariwisata (75,00%), Tatanan (7) Transportasi dan Tertib Lalu Lintas Jalan (77,27%), Tatanan (8) Perlindungan Sosial (76,92%), dan Tatanan (9) Penanggulangan Bencana (71,43%).
(Tabel Tatanan dan Indikator Penilaian)


Berdasarkan data, Kabupaten Alor sudah melewati standar minimun kelayakan, bahkan pada tatanan satuan pendidikan berhasil menoreh nilai sempurna sebesar 100,00%. Meski begitu, masih terdapat beberapa catatan perbaikan yang harus dipenuhi pada setiap tatanan. Setiap tatanan memiliki jumlah indikator penilaian tersendiri yang harus dipenuhi: tatanan 1 berjumlah 29 indikator (11 belum terpenuhi), tatanan 2 berjumlah 22 indikator (11 belum terpenuhi), tatanan 3 berjumlah 11 indikator (1 belum terpenuhi), tatanan 4 berjumlah 13 indikator (8 belum terpenuhi), tatanan 5 berjumlah 11 indikator (3 belum terpenuhi), tatanan 6 berjumlah 12 indikator (4 belum terpenuhi), tatanan 7 berjumlah 11 indikator (7 belum terpenuhi), tatanan 8 berjumlah 13 indikator (1 belum terpenuhi), tatanan 9 berjumlah 14 indikator (5 belum terpenuhi).
Kebijakan penyelenggaraan KKS di Kabupaten Alor sudah seharusnya mendapatkan atensi dan dukungan dari semua pihak. Hal tersebut dikarenakan program kesehatan merupakan hal vital bagi masyarakat. Inisiatif ini sejalan dengan misi Pemerintah Provinsi NTT yang tertuang dalam Program Dasa Cita nomor 3 tentang Posyandu Tangguh, Masyarakat Sehat, dan Bebas Stunting; nomor 5 tentang Sejahtera Bersama: Jaminan Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk Masyarakat; nomor 10 tentang Ayo Bangun NTT, Kolaborasi Bersama.
Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong program KKS. Melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 132/KEP/HK/2025 dibentuk Tim Pembina Kabupaten/Kota Provinsi NTT. Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (BAPPERIDA) ditugaskan untuk mengkoordinir perencanaan lintas sektor, membangun sinergi, melakukan pembinaan, dan mengevaluasi, hingga membuat laporan penyelenggaraan KKS kepada gubernur. Dinas Kesehatan Provinsi NTT bertugas sebagai sekretaris, serta OPD terkait lainnya sebagai anggota.
Arah kebijakan penyelenggaraan KKS Pemerintah Provinsi NTT jelas, bahwa setiap masyarakat berhak atas lingkungan tempat tinggal yang sehat, nyaman, dan aman. Fokus pemerintah secara umum adalah memenuhi output tingkat kemiskinan, rasio produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio, indikator utama daerah (IKU), indikator kinerja daerah (IKD), dan indikator kinerja kunci (IKK). Pemerintah juga memiliki dua fokus utama dalam program KKS, yaitu penanganan Pravalensi Stunting, dan penuntasan Tuberculosis (TBC). Semua upaya tersebut terencana dan teranggarkan dalam dana bantuan operasional kesehatan (BOK).
Kabupaten Alor tidak bisa berjalan sendiri, dibutuhkan kolaborasi yang cakap untuk bisa mewujudkan daerah sehat layak huni. Saat ini pemerintah provinsi melalui Tim Pembina KKS, dan pemerintah Kabupaten Alor menggunakan pendekatan kolaborasi pentahelix, dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, dan masyarakat atau komunitas penggerak menjadi unsur organik dan formal yang sedang membahu dalam harmonisitas. Kemauan bersama ini perlu mendapatkan atensi, apresiasi, dan terutama dukungan bersama yang berdampak.
Penulis: Fachri Irgiana Nurhakim
Editor : Maria Y. W. Tuda